Jude Bellingham Menyudahi Paceklik Gol. Allianz Stadium di Turin berubah jadi panggung kemenangan Real Madrid pada 22 Oktober 2025, saat Jude Bellingham akhirnya pecahkan paceklik golnya dengan sundulan krusial di menit ke-57, antar timnya menang tipis 1-0 atas Juventus di fase grup Liga Champions. Gol itu lahir dari rebound tembakan Vinicius Junior yang mengenai tiang, tapi Bellingham, gelandang Inggris berusia 22 tahun, tunjukkan insting pembunuh dengan lompatan presisi lewati kiper Alessandro Di Gregorio. Ini jadi gol pertama Bellingham musim ini di kompetisi Eropa, usai 12 laga tanpa mencetak di semua ajang—rekor buruk yang sempat bikin fans Los Blancos gelisah. Carlo Ancelotti, pelatih Madrid, peluk Bellingham pasca-laga: “Ia kembali, dan itu besar buat kami.” Kemenangan ini pertahankan rekor sempurna Madrid dengan sembilan poin, sementara Juventus tambah luka rentetan tanpa kemenangan. Malam di Italia itu bukan sekadar tiga poin; ia cerita kebangkitan Bellingham yang siap ledak lagi di musim 2025-2026. INFO CASINO
Paceklik Gol yang Uji Mentalitas Juara: Jude Bellingham Menyudahi Paceklik Gol
Paceklik Bellingham dimulai sejak akhir musim lalu, tapi musim ini jadi puncak frustrasi. Sejak laga pembuka LaLiga lawan tim Bilbao pada Agustus, ia cuma kontribusi tiga assist tanpa gol—jauh dari 23 gol di musim debutnya 2023-2024 yang bikin ia hampir raih Ballon d’Or. Di Liga Champions, dua laga awal tanpa gol tambah beban: melawan Dortmund, ia ciptakan peluang tapi tembakan melebar; lawan Stuttgart, ia hilang di midfield. Kritik mengalir deras—media Spanyol tuding ia terlalu bergantung peran box-to-box, kurang tajam di kotak penalti. Bahkan di timnas Inggris, ia diganti awal di kualifikasi Piala Dunia usai blank sheet lawan Yunani.
Tapi Bellingham tak goyah. Ia tambah latihan finishing pagi hari, fokus sundulan dan posisi off-ball, seperti yang Ancelotti sarankan. “Saya tahu gol bakal datang, asal tetap percaya,” ujarnya di konferensi pers minggu lalu. Paceklik ini uji mental: di laga liga lawan Atletico akhir September, ia hampir cetak gol tapi VAR batalkan offside tipis. Statistik periode itu: 45 tembakan, nol gol—xG 4,2 yang terbuang. Tapi di balik itu, Bellingham tetap pilar: 85 persen akurasi umpan, enam tekel sukses per laga, dan pressing yang bikin lawan kewalahan. Paceklik ini mirip fase sulit Mbappe musim lalu, tapi Bellingham gunakan sebagai bahan bakar—ia bilang, “Frustrasi bikin saya lebih lapar.” Hasilnya, malam Turin jadi ledakan yang ditunggu, bukti ketangguhan mental ala pemain top.
Momen Gol yang Ubah Narasi Laga dan Karier: Jude Bellingham Menyudahi Paceklik Gol
Duel lawan Juventus jadi panggung sempurna buat Bellingham. Madrid kuasai bola 58 persen, tapi Juventus bertahan rapat di 4-3-3 ala Thiago Motta. Babak pertama imbang: Vinicius hampir cetak gol di menit ke-35, tapi Di Gregorio selamatkan. Pasca-istirahat, tekanan naik—Bellingham organize midfield, rebut bola dari Manuel Locatelli di menit ke-50, hasilkan serangan. Lalu, momen itu: Vinicius dribel solo melewati Gleison Bremer, tembak keras mengenai tiang, rebound jatuh tepat ke Bellingham. Dengan lompatan 2,1 meter, ia sundul bola masuk—gol ke-10 di Liga Champions sejak gabung Madrid.
Itu bukan kebetulan; Bellingham menang duel udara 75 persen malam itu, tertinggi di tim. Sepanjang laga, ia ciptakan tiga peluang, 92 persen akurasi umpan, dan tekel sukses empat kali—performa lengkap yang bikin ia Man of the Match. Juventus coba balas: Dusan Vlahovic sundul dekat gawang di menit ke-70, tapi Thibaut Courtois redam. Gol Bellingham tak cuma tutup laga; ia ubah narasi karier—dari “talenta mandul” jadi “pembunuh dingin”. Ancelotti beri peran lebih ofensif belakangan, hasilnya Bellingham naikkan intensitas: ia main 85 menit, capek tapi bahagia. Momen ini ingatkan gol debutnya lawan Napoli dua tahun lalu—sejarah berulang, tapi kini lebih matang. Fans Madrid sorak namanya sepanjang injury time, simbol akhir paceklik yang panjang.
Dampak Kebangkitan Bellingham bagi Madrid dan Timnas
Gol ini seperti obor harapan buat Real Madrid. Dengan sembilan poin, mereka unggul di grup, selisih gol plus tiga—modal kuat jelang laga Benfica. Ancelotti kini punya trio depan lengkap: Vinicius (assist), Bellingham (gol), Mbappe (dua peluang malam itu). Di LaLiga, Madrid tertinggal dua poin dari Barcelona, tapi momentum ini bisa dorong kejar—Bellingham sudah kontribusi lima gol/assist di lima laga terakhir. Secara tim, ini pulihkan chemistry: rotasi Ancelotti beri istirahat ke Bellingham pasca-internasional, hasilnya ia kembali fresh. Tapi tantangan ada: jadwal padat jelang El Clasico November, di mana Bellingham harus jaga konsistensi.
Bagi timnas Inggris, ini kabar gembira. Southgate, pelatih Three Lions, pantau ketat—Bellingham kini kandidat utama starter di kualifikasi Piala Dunia, saingi Declan Rice. Gol ini redam kritik pasca blank di laga Yunani, naikkan percaya diri jelang Nations League. Karier pribadi Bellingham maju: spekulasi Ballon d’Or 2025 kembali hidup, meski ia tolak bicara individu—”Fokus tim dulu.” Dampak luas: wonderkid ini inspirasi buat talenta muda, tunjukkan paceklik hanyalah fase. Madrid untung besar—kontrak Bellingham sampai 2029 aman, dan Ancelotti bilang, “Ia masa depan kami.” Kebangkitan ini tak cuma akhiri puasa gol; ia buka pintu dominasi baru.
Kesimpulan
Jude Bellingham tak lagi kelaparan gol; sundulannya di Turin jadi akhir manis paceklik yang menyiksa. Dari frustrasi 12 laga tanpa mencetak hingga heroik lawan Juventus, gelandang Inggris itu bukti nyata mentalitas juara. Real Madrid punya senjata tajam lagi, siap buru gelar di LaLiga dan Liga Champions. Malam di Italia itu babak baru: Bellingham kembali on fire, fans Madrid tersenyum lebar, dan Eropa was-was. Dengan bakat dan tekadnya, musim ini bisa jadi miliknya—paceklik usai, pesta gol dimulai.