Apa yang Membuat Ranking Indonesia di FIFA Menurun. Ranking FIFA Timnas Indonesia kembali merosot, kali ini ke posisi 119 pada update September 2025—turun satu strip dari 118 sebelumnya. Penurunan ini datang pasca dua laga FIFA Matchday yang berujung hasil minim poin: kemenangan tipis 1-0 atas Oman di pembuka, tapi draw tanpa gol lawan Lebanon yang bikin poin stagnan. Dengan total 1.157,98 poin, Garuda kini tertinggal lima peringkat dari Vietnam di 114, dan kalah saing di ASEAN di mana Thailand tetap top regional di 99. Kekalahan dramatis 2-3 dari Arab Saudi pada 8 Oktober 2025 di ronde keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia kemungkinan besar bakal tekan ranking lebih dalam saat update 22 Oktober mendatang. Di bawah Shin Tae-yong, skuad muda seperti Ragnar Oratmangoen sempat beri harapan, tapi inkonsistensi jadi biang kerok utama. Ini bukan tren baru—Indonesia pernah nyungsep ke 191 pada 2016—tapi penurunan kali ini soroti akar masalah struktural di sepak bola nasional. Apa yang sebenarnya bikin Garuda tergelincir? Mari kita kupas tiga faktor kunci, dari hasil lapangan hingga isu internal. BERITA TERKINI
Hasil Pertandingan yang Inkonsisten di Kualifikasi: Apa yang Membuat Ranking Indonesia di FIFA Menurun
Faktor paling langsung adalah performa buruk di laga resmi, yang langsung potong poin FIFA berdasarkan formula Elo-modified: kekalahan lawan tim lebih rendah beri penalti berat, draw malah bikin stagnan. Di September, draw 0-0 lawan Lebanon—tim ranking 99—hanya kasih 0,5 poin tambahan, sementara kemenangan 1-0 atas Oman (ranking 79) beri 3 poin tapi tak cukup angkat posisi. Gol tunggal Ole Romeny di menit 45 tak ubah fakta: Garuda dominasi possession 52 persen tapi tembakan on target cuma empat, konversi peluang lemah. Lompat ke Oktober, kekalahan 2-3 dari Saudi di Jeddah jadi pukulan telak—brace Oratmangoen sempat unggul 2-1, tapi sundulan telat Salem Al-Dawsari di injury time curi tiga poin. Saudi, ranking 58, beri multiplier kekalahan 0,5 poin FIFA, potensi turun 2-3 peringkat lagi. Di ronde ketiga, Garuda raih 12 poin dari 10 laga, tapi inkonsistensi seperti kalah 0-5 dari Australia Maret lalu terus berulang. Shin Tae-yong akui: “Kami kuat di counter, tapi finishing dan mental akhir lemah.” Hasil ini tak hanya potong poin, tapi juga bikin momentum hilang—dari naik ke 118 Juli lalu, kini terjebak di 119.
Masalah Internal: Cedera, Rotasi, dan Pengembangan Pemain: Apa yang Membuat Ranking Indonesia di FIFA Menurun
Di balik skor, ada lubang struktural yang bikin ranking susah naik stabil. Cedera pemain kunci jadi momok: Justin Hubner absen sepanjang kualifikasi karena masalah lutut, Elkan Baggott cedera hamstring pasca-laga Oman, dan Maarten Paes sering diganggu minor injury—bikin lini belakang rapuh, kebobolan rata-rata 1,2 gol per laga. Rotasi Shin Tae-yong, meski beri kesempatan naturalisasi seperti Kevin Diks (dua gol penalti vs Saudi), malah ciptakan ketidakcocokan taktik: 3-4-3 fleksibel bagus lawan tim lemah, tapi rentan set-piece lawan Saudi yang kontribusi 40 persen gol mereka. Pengembangan pemain muda juga jadi PR—liga domestik Liga 1 masih kacau dengan sanksi PSSI pasca-skandal suporter 2024, bikin talenta seperti Marselino Ferdinan kurang jam terbang kompetitif. Erick Thohir, Ketua PSSI, sebut butuh investasi 500 miliar rupiah untuk akademi, tapi eksekusi lambat. Di ASEAN, Indonesia kalah saing dengan Vietnam yang punya sistem scouting ketat—mereka naik empat peringkat meski kalah berat dari Malaysia Juni lalu. Internal ini bikin Garuda sulit capai target top 100, yang butuh minimal 1.200 poin stabil.
Dampak Jangka Panjang: Posisi Regional dan Harapan Kualifikasi
Penurunan ranking ini bukan cuma angka; itu ancam posisi Indonesia di kompetisi regional dan global. Di ASEAN, Garuda kini ketiga setelah Thailand dan Vietnam, risiko turun ke bawah Malaysia (naik ke 118 setelah menang atas Vietnam) bikin seeding buruk di AFF Cup atau Asian Cup 2027. Di kualifikasi Piala Dunia, ranking 119 tekan Grup B ronde keempat: Saudi puncak tiga poin, Indonesia dan Irak nol—laga lawan Irak 11 Oktober malam ini jadi must-win untuk runner-up playoff ronde kelima. Kalau kalah lagi, poin FIFA bisa turun ke 1.140-an, nyaris 130 peringkat. Jangka panjang, ini hambat naturalisasi lebih lanjut—pemain seperti Thom Haye ragu kalau tim tak kompetitif. Tapi ada sisi positif: naik dari 155 pasca-tragedi Kanjuruhan 2022 tunjukkan kemajuan, dengan 12 poin ronde ketiga bukti potensi. Shin Tae-yong target 1.200 poin akhir 2025 lewat laga uji coba, tapi butuh reformasi liga untuk suplai pemain berkualitas. Di Asia, tim seperti Oman (79) naik berkat konsistensi—Indonesia bisa tiru kalau atasi inkonsistensi ini.
Kesimpulan
Penurunan ranking FIFA Indonesia ke 119 disebabkan kombinasi hasil inkonsisten di kualifikasi, masalah internal seperti cedera dan rotasi, plus dampak jangka panjang di regional. Kekalahan vs Saudi dan draw Lebanon jadi pemicu langsung, tapi akarnya di struktur sepak bola nasional yang masih rapuh. Shin Tae-yong dan Erick Thohir punya roadmap: fokus mental, investasi pemuda, dan eksekusi taktik. Malam ini lawan Irak adalah tes—menang besar, dan ranking bisa stabil; kalah, mimpi top 100 makin jauh. Garuda, bangkitlah—dari 191 ke 119 sudah heroik, tapi 2026 butuh lebih dari itu. Suporter, dukung terus; perubahan dimulai dari lapangan.